Aku masih terasa kesal sekali hari ini, apa yang aku alami hari ini memang sungguh memalukan. Tak lama waktu berselang aku kemudian sampai dirumah, ternyata mama ada di depan rumah.
“dim, udah pulang nak ? kok celananya kotor sih” mama mulai menanya kepadaku.
“udah mam, ini tadi habis jatuh di jalan ma” aku berbicara sambil tertutup helm.
“lho nak, kalo lagi bicara helm mu di lepas ndak sopan tau” mama menegur ku.
“ngak ah ma, malu. Ini tadi habis kena kayu waktu jatuh jadi bengkak ni, malu diliat mama” aku dengan sigap membuat sebuah alasan.
“jangan di sembunyikan sini mama kompres, kamu ini bagai mana sih ? mama curiga kamu kelahi ya ?” mama mulai curiga.
“ngak-ngak kok ma.. sejak kapan aku suka berkelahi. Kan mama tau kalau aku aku orangnya tidak bisa kasar” aku coba meyakinkan mama.
“iya, mama percaya tapi awas saja kalau ada laporan kalau kamu kelahi mama akan marah besar” mama mengancam dengan wajah tersenyum dan mata mengancam.
“iya mama ku sayang nih kompres dong ma… biar cepat sembuh”
“ ia sebentar mama ambilkan air panas dulu ya.. kamu masuk lepas sepatu, ganti baju dan tunggu di ruang tv ya”
“oke deh mama cantik” aku kemudian bergegas membuka sepatu, aku tidak ingin membicarakan persoalan pribadiku dengan mamaku karena ini sebuah kejadian yang memalukan.
Setelah itu aku ganti baju dan menunggu di depan tv dengan handuk hangat menempel di pipiku, aku menjadi sangat penasaran apakah hanna benar-benar bohong padaku, kenapa dia sampai memberikan gelang jingga itu jika ingin main-main saja.
Malam yang di tunggu sudah tiba, aku sudah siap-siap untuk pergi makan malam, aku harus membongkar semua rahasia dari dia, lebam di pipiku sekarang sudah agak mendingan lah, dibanding siang tadi namun masih sanggat sakit. Aku kemudian berpamitan untuk keluar mala mini, aku bersikap seperti biasa seolah tak ada masalah untuk membuat orang tua ku percaya kalau aku dalam keadaan tak ber masalah. Kira-kira 30 menit menempuh rumah ku ke café aku kemudian mencari-cari kemana hanna duduk. Dan kemudian aku menemukannya dia duduk di bangku 13 angka yang pas sekali untuk malam ini.
“hay dimas, aku udah duluan datang kamu yang bayarin.. tapi kenapa pipimu sampai lebam begitu” hanna penasaran.
“kamu ngak di kasi tau sama pacar tersayang kamu itu ?” aku menjawab dengan nada kasar Nampak hanna kaget.
“maksud kamu apa dim ? kamu kok marah ?”
“ini semua gara-gara pacar tersayang kamu itu, rian tadi datang dan ninju pipi aku”
“rian ?” hanna Nampak tidak bersemangat dan menundukan kepalanya.
“kamu pacarnya rian kan ? buat apa sih kamu bohong begini, kamu gak liat akibat perbuatan kamu ?” aku menyerang dia dengan berbagai cacian.
“maa..maaaf di aku ngak bermaksud” hanna kemudian perlahan mulai menaikan kepalanya dank u lihat air mata mulai turun di pipinya.
“aku nyesal tau ngak sih bisa ketemu kamu, aku nyesal udah cinta sama kamu, nyesal udah sayang sama kamu dan nyesal udah perhatikan kamu dan lihatlah apa yang kamu perbuat”
“maa.. maaafin aku dim. Aku gak maksud gitu aku suka sama kamu” hanna kelihatan sanggat sedih airmatanya menetes deras.
“kalau kamu cinta kenapa begini, kamu tau bullshit ngak sih kamu itu, mulai detik ini aku udah lupain kamu anggap aja kita saling ngak kenal” aku kemudian mengancam hanna.
“dimas jangan pergi, aku suka sama kamu, aku bisa jelasain semuanya”hanna mengejarku dan ia menarik tangan ku hidungnya memerah karena menangis.
“sudah lah, sebaiknya kamu urus pacar kamu itu, aku tak percaya kamu itu licik semua hal indah ini ternyata palsu aku kecewa berat sama kamu” aku melepas tagan hanna dengan kasar dan pergi meningg
alkan nya di café itu sendiri, aku sudah tak peduli dengan para pengunjung café aku sanggat marah waktu itu. Waktu di pintu café hanna kemudian berteriak kencang sampai aku berhenti.
“dimas berhenti dim.. dimas.. aku sayang sama kamu, kalo kamu mau aku putusin dia aku mau asal kamu kembali ke aku dim.. aku beneran sayang sama kamu dim”
Hatiku sudah kebal akan semua kata-kata indah nan beracun miliknya aku melanjutkan jalan kemudian pulang sebelum pulang aku melihat kearahnya. Aku melihat ia terduduk lemas sambil menangis air mata mengalir deras dengan hidung memerah.. aku sebenarnya masih sayang dan cinta aku rasanya ingin memeluknya tapi semuanya sudah terhambat oleh rasa benci di hati aku men starter motorku dan pergi pulang kerumah.
0 Response to "Gelang jingga : Chapter 11 Menyibak masa lalu"
Posting Komentar